Prinsip Kognisi Desain (Psikologi Persepsi)-3

Hal 3
Oleh Nasbahry Couto

B. 4. Pemanfaatan Teori Gipson (Affordance)

Affordance, Affect dan Estetik Menurut Donald A. Norman

Menurut Murray, (tanpa tahun), konsep
affordances Gipson (1977)  30 tahun,
kemudian digunakan dalam bidang interaksi manusia dengan komputer untuk
menggambarkan sifat fungsional benda atau lingkungan – yaitu yang memungkinkan
penggunaan tertentu. Misalnya, papan tulis memungkinkan affords (menindak)
ditulis dan dihapus, direndahkan, didatarkan, mendukung untuk diduduki 30 inci
persegi. Istilah ini pertama kali digunakan oleh James J. Gibson (“A
Theory of affordances” 1977) yang berarti “kemungkinan aksi”
yang dilakukan  terhadap objek materi
secara potensial. 


“Term” ini kemudian diadopsi oleh Donald A. Norman dalam bukunya The Design of Everyday Things (2002) di mana afford didefinisikan
sebagai “sifat sebenarnya yang dirasakan, terutama sifat dasar, yang
menentukan seberapa mungkin bisa digunakan.”
Platform individu (area
kerja individu) dianggap memiliki affordances:
misalnya, platform afford gerak informasi lokasi-spesifik (mobile platforms afford location-specific information )
.

Dengan adanya
tulisan itu, maka Norman sekaligus menolak teori
estetika yang
berlebihan untuk menilai karya desain (sejarah dan filsafat estetik memang rumit). Sehingga perlu disederhanakan mana yang penting estetika atau fungsi benda. Sebenarnya dalam pemahaman psikologi kognitif, tidak ada estetik itu
yang universal. Sebab, e
stetika adalah bagian dari persepsi manusia berbasis skemata memori, khususnya yang berasal dari pengalaman subjek terhadap lingkungan dan sosial-budaya. Barangkali Anda perlu membaca apa yang dikemukakan oleh Denis Dutton dalam artikel-artikelnya, atau teori kognitif dalam estetik seperti tulisan Gianluca Consoli. Tetapi rasanya hal itu tidak perlu.

Artinya, jika tidak ada ingatan seseorang sebagai dasar apresiasi estetik terhadap sesuatu, tidak akan ada apresiasi estetik terhadap sesuatu itu (misalnya terhadap karya seni atau kecantikan). Pandangan
bahwa estetika itu paling penting,sebagai filsafat dapat dianggap berlebihan. Dan hanya penting untuk penulisan respon estetik kultural (kritik seni untuk memahami filsafat kelompok atau individual dalam berkarya seni). Studi ini penekanannya adalah kepada source, yaitu apa yang diinginkan seniman atau desainer sebagai source, bukan kepada persepsi receiver. Tetapi masalahnya bukan sesederhana itu.


Dari sisi perceiver, secara teoritis diketahui
umumnya estetik itu dibangun dalam diri subjek
melalui
objek eksternal, yang membangun persepsi estetik subjek entah visual, suara maupun penciuman atau rabaan. Mengenai hal ini tidak ada yang meragukan. Dengan adanya kumpulan pengalaman subjek dalam memorinya, maka dianggap kepekaannya akan terlatih. Oleh karena itu muncul istilah kepekaan estetik (aesthetics sensitivity). Yang jika diterjemahkan tak lain dari apa yang disebut dengan “rasa” dan “perasaaan”. Begitu pentingnya “rasa atau perasaan itu, dalam seni sehinggga:  (Suryahadi, 2008:4) menyatakan sebagai berikut.

“Dalam belajar
seni rupa, ada beberapa hal pokok yang harus dikuasai dan dimiliki, yakni
pertama, kepekaan estetik atau keindahan, keterampilan teknik dan imajinasi
kreatif. Kepekaan estetik atau rasa keindahan harus dimiliki oleh setiap orang
yang memilih profesi bidang kesenian karena inti dari seni adalah keindahan.”
Suryahadi, Agung A.,2008. Seni Rupa: Menjadi Sensitif, Kreatif,
Apresiatif dan Produktif,
Jakarta: Dirbin SMK, Direktorat Jendral Manajemen
Pendidikan Dasar dan Menegah, Departemen Pendidikan Nasional. (Jilid I)

Tetapi apakah perasaan itu ? Dapatkah perasaan itu diseragamkan ?  Dapatkan perasaan itu diberi skor, bahwa perasaan seperti ini dan itu adalah estetik? Menurut Shouse, Eric. (2015) Perasaan adalah suatu sensasi yang dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman sebelumnya dan diberi label. Perasaan ini bersifat pribadi dan pengalaman hidup, karena setiap orang memiliki setting yang berbeda dari sensasi yang diterima sebelumnya. Pada posisi ini maka, istilah perasaan dan estetik dapat menjadi pokok soal diskusi yang tak akan pernah selesai. Karena menganggap bahwa perasaan itu bukanlah bagian dari “kumpulan pengalaman” , alias skemata memori dan alias kognisi

Teori Affect
Dalam teori Affect, Anda akan menemukan alasan estetik yang lebih universal, yaitu yang berasal
dalam diri manusia sendiri, walaupun bukan seperti estetik yang dibayangkan
oleh kebanyakan para ahli estetik.  Aspek affect ini kemudian dapat menyatu
dengan teori affordance. Hal ini yang didiskusikan Norman tentang mana yang penting estetik atau fungsi benda dan dalam kaitannya dengan affordance.



Norman bukan
menolak estetika,
apalagi estetika yang berdasar budaya. Estetika itu penting sebagai bagian dari fungsi benda, dan estetik
itu tidak semata berasal dari eksternal. Ada estetik itu yang berasal
dari dalam diri manusia yang merupakan
bagian dari
afek
(affect)
,
dan kadang juga disebut
affect aesthetics. Hal ini
dibuktikan dengan penelitiannya terhadap
tiga bentuk teko yang berbeda fungsinya, ada yang semata menekankan estetika sehingga menghilangkan
fungsinya dengan meletakkan bagian pegangan tangan teko berdampingan dengan
bagian corong tempat air keluar, ada teko yang menekankan fungsi dan ada teko yang
menekankan kepraktisan. Ketiga bentuk teko itu dapat dibanggakan apalagi untuk
dipamerkan jika ada tamu (sebab ada tiga bentuk teko yang unik dimilikinya). Jika
benda itu untuk dipakai dalam kehidupan sehari-hari, t
ernyata memang lebih penting fungsi benda selain dari estetik dan
hal ini hanya dapat diterangkan dalam konteks teori affect
. Yaitu untuk menjawab pertanyaan kenapa akhirnya dia
memilih yang paling praktis dan menyenangkan dari ketiga jenis teko itu untuk
dipakai dalam kehidupan sehari-hari.



Buku asli Norman, The Design of  Everyday  Things(2002)

Norman
mencontohkan saat fungsi benda hilang maka
tidak seketika itu juga estetik dapat menggantikan peran fungsi, jika fungsi hilang, akhirnya estetik tidak
penting lagi.
Hal yang sama juga
terjadi jika sebuah poster, kartu undangan pernikahan, iklan, dan  mobil menjadi sampah
(tidak berfungsi lagi). Contoh yang terakhir ini terlalu ekstrim, tetapi pengalaman Norman dengan tiga jenis teko itu membuktikan hal ini. Pemikiran seperti ini menyebabkan
dia dituduh
dan ditafsirkan oleh banyak orang
sebagai menentang estetik, dan lebih mementingkan kegunaan  di atas segalanya. Maksud Norman bukan seperti itu.

Don Norman (2003). Latar belakang pendidikannya adalah Teknik Elektro dan Psikologi, staf pengajar di Harvard, University of California, San Diego, Northwestern, dan KAIST (Korea Selatan).
sumber:http://www.jnd.org/NNg-Photographs/DonNorman2003-4.jpg

Menurut Norman, Afect dan kognisi adalah dua sistem pengolahan informasi yang
independen

dalam diri manusia,
namun antara keduanya saling mempengaruhi.
Affect adalah bagian dari emosi, yang mempengaruhi
kognisi. Affect: itu
bersifat  menilai, menetapkan valensi positif dan negatif terhadap
lingkungan dengan cepat dan efisien”
(Norman, 2002).
Istilah Affect dalam bahasa Indonesia belum mendapat makna yang tepat,
demikian juga dalam kamus-kamus berbahasa asing, seperti uraian di bawah ini:
  1. Affect: (Afek), the emotional reaction to an experience, afek adalah
    reaksi emosional manusia terhadap pengalaman tertentu, yaitu perubahan perasaan
    dalam menanggapi sesuatu, dan atau kesadaran seseorang (terutama apabila
    merespon sesuatu secara mendadak dan berlangsung tidak lama, seperti senang dan
    marah) reaksi emosional ini mirip dengan respon terhadap pengalaman estetik
    untuk seni murni, misalnya terhadap lingkungan fisik yang artistik (Wikipedia,
    2015)
  2. Menurut KBBI (2014) affek /afék/, adalah perubahan perasaan kerena
    menanggapi sesuatu, kesadaran seseorang, terutama apabila tanggapan itu
    datangnya mendadak dan berlangsung tidak lama, seperti marah (aspek emosional).
  3. Teori Affect (affek) membahas tentang hal-hal yang mempengaruhi manusia
    (misalnya, emosi, atau pengalaman perasaan subyektif lainnya seperti estetika)
    dalam kategori tertentu sering dihubungkan masing-masingnya dengan respon yang
    khas. Misalnya pengaruh tampilan senyum, yang dipengaruhi sukacita. Teori
    affect, pada awalnya dikaitkan dengan temuan psikolog Silvan Tomkins
    (Nathanson, Donald L. (1992), yang dikenalkan dalam dua jilid pertama buku
    karangannya Affect Imagery Consciousness. Kata affect, seperti yang digunakan
    dalam teori Tomkins, khususnya mengacu pada “bagian emosi biologi. Teori
    affect yang populer muncul dari teori affect pada media komunikasi, khususnya
    media massa. Lainnya menghubungkan afek dengan teori dampak media (Wikipedia,
    Bhs.Indonesia, 2014)
  4. Namun bidang seni dan desain juga ada beberapa penulis dan peneliti
    yang tertarik untuk menjelaskan aspek affect estetik terhadap manusia, terutama
    saat dihadapkan kepada memilih mana yang penting fungsi benda atau
    keindahannya. Affect dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan kata
    “pengaruh”, atau yang “mempengaruhi”. Teori pengaruh juga dikembangkan pada
    bidang desain, dan sering dihubungkan dengan aspek emosi estetik. Dalam area
    yang lebih besar teori affect dipelajari pada teori “perubahan perilaku”
    (worldbank, 2014)

Untuk
menjelaskan estetika, Norman memang dipengaruhi oleh literatur ilmu psikologi
khususnya tentang
affect. Walaupun konsep ini sudah lama, tetapi belum sepenuhnya dipahami banyak orang. Terutama untuk
menentukan peringkat/hirarkhi antara “affect, perasaan dan emosi” (Shouse,
Eric. 2015)  dan Shouse, E. (Dec. 2005)
dan bagian mana yang berperan dalam estetik.

Oleh
karena itu perlu dijelaskan permasalahan ini terlebih dahulu. Menurut Norman
(2002), ketegangan
antara
konsep
estetika (keindahan) dan konsep kegunaan
(fungsi) atau antara affect dan kognisi telah lama mengganggunya, tapi saat ini sudah bisa dijelaskan dan membawanya ke
daerah dan kedudukan yang sama. Affect-emosi tidak bisa dipahami
sebagai kognisi, tetapi bagian ilmu s
yaraf
(psikologi) yang telah
membuat langkah besar dalam dekade terakhir
ini



Terminologi lain untuk menjelaskan
estetika dalam bentuk konsep emosi, perasaan, suasana hati, motivasi, dan kualitas jelas tidak bisa dipakai, dan bisa
menyebabkan konflik diskusi berkepanjangan. Tetapi istilah “affect” bisa berada
di daerah cukup netral.
 Affectdan kognisi keduanya bisa dianggap sistem pengolahan informasi, tetapi dengan fungsi dan parameter yang
berbeda operasinya. Sistem afektif adalah men
ilai, menetapkan valensi positif dan
negatif terhadap lingkungan dengan cepat dan efisien. 
Sebaliknya sistem kognitif menafsirkan dunia
secara masuk akal. Setiap sistem
ini, berdampak  terhadap yang lain:
beberapa emosi – sebagai pernyataan  afektif – didorong oleh kognisi, dan kognisi
dipengaruhi oleh
Affect

Menurut Norman (2002) affect membuat Anda pintar, hal ini karena affect itu 
dikembangkan individu sebagai mekanisme
untuk bertahan hidup. “Ini bagus, dan yang ini buruk.” “Ini aman,
itu berbahaya.”. Affect  adalah kecepatan  bertindak – membantu 
Anda menavigasi kehidupan.  Sinyal
afektif bekerja melalui zat kimia saraf, memandikan pusat otak yang relevan dan
mengubah cara 
 Andamemandang, memutuskan, dan bereaksi. Zat kimia saraf
ini mengubah parameter pemikiran, menyesuaikan hal-hal seperti apakah alasan
pertama untuk mendalami agar fokus, tidak mudah terganggu, atau lebih luas lagi berpikir kreatif dan lentur.

Menurut
Shouse, Eric. (2015)  dan Shouse, E.
(Dec. 2005),  Affect adalah sebuah
intensitas (peringkat) dari pengalaman yang tidak disadari (non-sadar); Affect
itu adalah momen potensial yang terbentuk tetapi tidak terstruktur. Dari tiga
istilah – perasaan, emosi, dan Affect – Affect adalah yang paling abstrak
karena Affect tidak dapat sepenuhnya diungkapkan dalam bahasa, dan karena
Affect selalu sebelum dan atau di luar kesadaran. Affect adalah cara tubuh
mempersiapkan diri untuk mengadakan tindakan dalam keadaan tertentu dengan meningkatkan
dimensi kuantitatif intensitas terhadap kualitas pengalaman.Tubuh memiliki tata
bahasa sendiri yang tidak dapat sepenuhnya ditangkap dalam bahasa karena
“tidak hanya menyerap denyut atau rangsangan; affect itu infolds
(dibungkus) oleh konteks.
Meskipun
perasaan dan Affect secara rutin digunakan secara bergantian, adalah penting
untuk tidak menafsirkan secara keliru antara (1) affect, (2) perasaan dan (3)
emosi. 



Perasaan adalah suatu sensasi yang dipengaruhi oleh
pengalaman-pengalaman sebelumnya dan diberi label dan (terlihat dari tanda-tanda). Perasaan ini bersifat
pribadi dan pengalaman hidup, karena setiap orang memiliki setting yang berbeda
dari sensasi yang diterima sebelumnya, dan yang menarik ketika perasaan orang ditafsirkan
berdasarkan label. Seorang bayi dikatakan tidak mengalami perasaan karena dia
tidak memiliki bahasa dan pengalaman hidup (untuk menyatakannya). Namun, hampir
setiap orangtua akan mengatakan dengan tegas bahwa anak mereka memiliki
perasaan dan mengungkapkan secara teratur (inilah apa yang dikatakan affect
oleh orangtuanya secara tidak langsung dan sangat sederhana).

Sedangkan emosi adalah proyeksi dan atau penampilan dari perasaan. Tidak
seperti perasaan, tampilan emosi dapat berujud asli atau pura-pura. Perbedaan
antara perasaan dan emosi diselidiki melalui percobaan yang dilakukan oleh Paul
Ekman (2000)
yang merekam kelompok orang Amerika dan Jepang saat mereka menyaksikan
film yang menggambarkan sebuah operasi wajah yang mengerikan. Ketika mereka
menyaksikan sendiri-sendiri, kedua kelompok menampilkan ekspresi yang sama.
Ketika mereka menyaksikan dalam kelompok ternyata ekspresi mereka berbeda.
Mereka mengungkapkan emosinya terhadap  apa
yang disaksikannya kepada dunia; kadang-kadang ungkapan yang diutarakannya merupakan
ekspresi dari keadaan internal dan lain kali dibuat untuk memenuhi harapan
sosial. Mungkin agak aneh, jika bayi dikatakan menampilkan emosi meskipun
mereka tidak memiliki pengalaman hidup 
atau keterampilan bahasa untuk menjelaskan perasaan. Alasan yang logis adalah, emosi
bayi adalah ekspresi langsung dari affect (
Shouse, Eric. 2015) 

Lebih
lanjut dia menjelaskan bahwa bayi tidak memiliki kemampuan bahasa yang dapat
digunakan untuk mengungkapkan proses sensasi kognitif, atau riwayat pengalaman
sebelumnya. Dan hal yang menarik adalah dalam
hal menilai aliran sensasi yang kontinu mengalir melalui tubuhnya. Oleh karena
itu, bayi harus mengandalkan intensitas
(istilah Massumi (2000), yang setara dengan Affect). Affect terdiri dari suatu setting yang
berkorelasi dengan respon yang melibatkan otot-otot wajah, jeroan, sistem
pernapasan, kerangka, perubahan aliran darah otonom, dan tindakan vokal (suara)
yang dihasilkan secara bersamaan (dalam gradasi tertentu atau menunjukkan
kekuatan rangsangan yang menimpa organisme).


Catatan:

Dr. Eric Shouse adalah Asisten Profesor Komunikasi di East Carolina University, Amerika. Dia menerima gelar Ph.D. dari University of South Florida pada tahun 2003. Dia berkepentingan mengajar dan meneliti retorika, kajian budaya, dan peran humor dalam budaya populer. Sumber foto:http://www.ecu.edu/cs-cfac/comm/people/images/Eric-Shouse.jpg
















Brian
Massumi, Ph. D
., adalah seorang ahli teori politik, penulis dan filsuf, dan
saat ini adalah profesor di Departemen Ilmu Komunikasi di Universitas Montréal
di Quebec, Kanada. 
Brian Massumi lulus sebagai Master dan gelar Doktor di jurusan Sastra Perancis dan dari Yale University dan menyelesaikan studi postdoctoral
di Stanford University.

Brian Massumi, (2010)
Sumber: http://www.egs.edu/uploads/pics/brian-massumi-2010-11.jpg

Menurut
Norman (2002), Karena
itu
Affect” dapat mengatur bagaimana kita memecahkan
masalah dan
melakukan tugas-tugas. Affect Negatif dapat membuat kita lebih sulit untuk melakukan tugas, bahkan tugas yang paling mudah: sedangkan affect positif dapat membuat orang lebih mudah untuk melakukan
tugas-tugas yang
sangat sulit. Hal
ini mungkin tampak aneh, terutama bagi orang-orang yang telah dilatih dalam
ilmu kognitif:
sebab ternyata Affect
dapat merubah seberapa baik kita melakukan
tugas-tugas
.
Norman memberikan illustrasi sebagai berikut.

“Bayangkan sebuah papan yang
panjang 10 meter dan lebarnya 1 meter. Di letakkan di tanah. Dapatkah
Anda berjalan di atasnya? Tentu saja – tidak ada masalah. Anda dapat
melompat-lompat, menari, dan bahkan berjalan bersama dengan mata
tertutup. Sekarang coba angkat papan itu tiga meter di
udara. Dapatkah Anda berjalan di atasnya? Ya, meskipun lebih
hati-hati. Bagaimana jika papan  diangkat
200 meter di udara? Sebagian besar dari kita tidak akan berani ketempat itu,
meskipun tindakan berjalan sepanjang itu dan dapat menjaga keseimbangan  sebenarnya tidak lebih sulit daripada saat di
tanah. Mengapa tugas sederhana tiba-tiba menjadi begitu sulit -menjadi
tidak mungkin, bahkan? Katakan pada diri sendiri semua yang Anda inginkan jika
Anda bisa berjalan di papan atas tanah, Anda masih bisa berjalan di atasnya di
udara. Anda masih tidak akan berjalan sepanjang itu, apalagi melompat dan
menari atau, amit-amit, tutup mata Anda sambil berjalan. Takut
mendominasi.”

Menurut
Norman, mengapa Affect memiliki
pengaruh seperti itu? Nah, Anda mungkin berpikir untuk diri sendiri,
mungkin itu berangin. 
Mungkin papan akan rusak. Mungkin ini,
mungkin itu. Tapi semua pemikiran ini datang setelah fakta: sistem afektif
bekerja secara independen dari pikiran. Pikiran Anda
muncul setelah sistem afektif bekerja. Akhirnya Norman
menyimpulkan bahwa, perlu untuk mempertimbangkan implikasi dari temuan affect ini pada desain. 



Bahwa praktek
desain yang

baik dan  berpusat pada manusia adalah yang paling
penting
,
bahwa tugas-tugas
atau situasi
sebuah karya desain harus meminimalkan hal-hal yang dapat menimbulkan stress,
seperti: gangguan,
kemacetan, dan iritasi
. Desain yang mampu dan atau dapat menyenangkan, dapat memberikan situasi positif bagi pengguna. Hal ini lebih penting dari aspek yang
lainnya seperti kecantikan yang hanya pada kulit. Orang dapat toleran terhadap kesulitan kecil dan ketidakselarasan yang muncul dari karya desainKetika orang berada dalam situasi
santai, menyenangkan, aspek menyenangkan dari desain akan membuat mereka lebih
toleran terhadap kesulitan dan masalah
.
Menurut
Norman (2002), setiap
kesenangan
umumnya
diturunkan dari meningkatnya penampilan dan fungsi alat, akan berdampak positif, hal ini akan memperluas kreativitas dan
meningkatkan toleransi untuk kesulitan kecil dan hambatan
, akhirnya masalah kecil dalam desain diabaikan. Tetapi Norman mengatakan
pernyataan ini jangan tafsirkan secara keliru, sebab:

“Keindahan sejati dalam
suatu produk harus lebih dalam dari sekedar kulit, lebih dari sekedar facade (=kecantikan
wajah depan bangunan). Agar benar-benar indah, menakjubkan, dan menyenangkan,
produk harus memenuhi fungsi yang berguna, bekerja dengan baik, dan dapat
digunakan dan cepat dimengerti”

Catatan Penulis :
Istilah affect ini sudah penulis telusuri dari berbagai artikel berbahasa Indonesia, umumnya keliru dalam menafsirkan arti affect sama dengan perasaaan, emosi, kadangkala juga di artikan dengan sikap. Ataukah penulis yang keliru menafsirkan kata affect. Menurut penulis para pakar pendidikan seni, desain, dan budaya di Indonesia, dapat meluruskan kembali masalah seni, estetika, karakter, perilaku, emosi, perasaan ditinjau dari segi affect ini. Dari pada hanya memandang sepihak saja dari segi proses perilaku yang terlihat (eksternal) dari anak didik dan atau orang dewasa. Teori Bloom (maupun yang telah diperluas) misalnya, menjelaskan ranah sikap (Affection), tetapi hanya kulit-kulitnya saja dan bisa menjadi keliru.

Mirip dengan emosi adalah karakter. Karakter itu mirip emosi, karena bisa asli, bisa palsu. Cerdas itu temporal dan situasional. Orang cerdas matematik atau bahasa Inggris, jika disuruh melaut, memanjat tebing atau masuk hutan, cerdasnya hilang, karena affect mempengaruhinya. Berapa banyak murid yang cerdas, jika dimarahi guru kelihatan bodoh karena affect. Menurut penulis cerdas itu dari dalam diri subjek, karakter adalah eksternal (tampilan), bisa asli bisa palsu. Karakter itu hanya penting untuk drama, filem atau sinetron, gunanya adalah untuk imitasi alias palsu. Film atau sinetron yang baik adalah yang dapat (mempengaruhi) semua orang dengan ilusi karakter subjek (aktor) dan ilusi peristiwa yang sebenarnya palsu. Saya setuju dengan pendapat Jalius. HR (tulisannya lihat disini), walaupun Jalius tidak tuntas memperlihatkan apa yang salah dari konsep “Karakter Cerdas dari Prof, Prayitno) di UNP Padang. Banyak penelitian yang memperlihatkan hubungan kesejahteraan (ekonomi) dengan martabat dan kecerdasan. Jadi selagi sebagian besar masih miskin. Tidak akan kelihatan bermartabat dan cerdas. Keinginan untuk mengukur kecerdasan, hanya kebijakan untuk membedakan orang-orang (diskriminasi). Pendidikan di Findlandia tidak membedakan anak orang kaya, miskin atau cerdas. dst..nya. Berapa banyak orang yang jadi pemimpin ternyata penjahat dan koruptor karena affect-nya kuat, dan pengikutnya tertipu oleh karakter.

Kekeliruan pengertian affect itu bisa dilihatdi di situs ini:

Pengertian Afek (Affect), suasana Hati (Mood),
Emosi (Emotion), dan Perasaan (Feeling)


Yang terpenting dari konsep affect, bahwa affect itu tidak bisa diungkapkan dengan label bahasa (pengalaman), jika diungkapkan dalam label bahasa, atau di ekspresikan dalam bentuk emosi maka akan keliru sebab affect, perasaan dan emosi itu berbeda walaupun berhubungan (Shouse, Eric.2015)

Pengalaman Pengguna Terhadap Benda
Apa yang diuraikan di atas adalah hubungan manusia dengan benda atau produk yang diteliti oleh Norman, kemudin dijelaskan pula beberapa pengertian tentang affect, perasaaan dan emosi yang saling berkaitan. Norman menyimpulkan bahwa hal-hal menarik dari benda memungkinkan 

Andadapat memakai benda itu lebih baik, dan bekerja lebih baik. Hal ini disebabkan oleh emosi Affect yang dapat memanipulasi persepsi Anda tentang keunggulan benda itu, misalnya dari daya tariknya. Norman mengkritik terhadap nilai kegunaan praktis benda yang semata menekankan kepuasan orang hanya tergantung kepada tampilan objek itu.

Kepuasan ternyata juga dipengaruhi oleh affect. Namun ada tiga tingkat pengalaman manusia atas pemakaian benda (Andrew Dillon, 2001), dimana affect adalah salah satu diantaranya.

  • Pendekatan Proses. yaitu bagaimana pengalaman manusia dalam memakai benda. Misalnya, jika seseorang memakai hasil grafis misalnya buku atau kartu undangan, apa pertimbangan estetik mendahului kepentingan fungsi pakainya?
  • Outcome (Pendekatan Hasil) yaitu bagaimana hasil pemakaian
  • Affect (before and after), yaitu pendekatan emosi yang didasari oleh affect.


Menurut para ahli desain, estetika dapat dilihat dari hubungan emosi manusia dengan produk desain dalam dua kategori, yaitu (1) konteks personal dan (2) konteks kultural sebagai berikut ini.

1. Konteks Personal

  • Lifestyle (gaya hidup) individu. Rancangan estetika sebuah produk memperlihatkan adanya kebutuhan dan pencerminan gaya hidup, misalnya penggunaan dan perbedaan produksi produk barang untuk kelas sosial yang berbeda, misalnya kelas sosial tinggi, eksekutif dan pengguna umum
  • Function (fungsi). Estetika itu adalah sebuah pekerjaan yang disengaja atau hanya sekedar permainan saja 
  • Variables (keragaman emosi estetik) Estetika itu berbeda diantara perbedaan usia, gender (kelamin), dan peers (pertemanan) 


2. Konteks Kultural
Estetika itu adalah penyebaran nilai “shared values” yaitu berbagi nilai-nilai secara bersama diantara hubungan sosial. Dan ini adalah bukti-bukti bahwa  estetik itu ada hubungannya dengan skemata memori dan atau kognisi.

  • Estetika itu “Acceptance”, Penerimaan, dan dengan adanya dukungan lingkungan sosial tertentu
  • Estetika itu menyebar dalam “Peer group”(kelompok sebaya, lingkungan kerja yang sama) 
  • Identitas dan makna estetika adalah melalui asosiasinya
  • Persepsi estetika itu berbeda diantara lintas budaya (budaya yang berbeda).


Affordance dan Tindakan Manusia


Kembali ke masalah affordance, menurut
ahli TI (Teknologi Informasi) masa kini definisi affordance ini telah dikembangkan sedemikian rupa
untuk penggunaan yang berbeda (mungkin juga dalam penafsiran yang berbeda).

Definisi asli (Gipson), sebenarnya hanya
untuk menjelaskan bahwa “affordance” adalah
 semua tindakan yang mungkin dilakukan secara fisik. Istilah ini kemudian diadaptasi untuk
menggambarkan kemungkinan tindakan
yang disadari seorang manusia (melalui persepsi) tanpa membawanya ke
pemikiran tentang makna dari apa yang dilihatnya dan ditindakinya. Semuanya berlangsung otomatis. Di luar pemakaian
konsep dan atau teori ini; yang terpenting bahwa  teori ini dimunculkan oleh Gipson dalam rangka
persepsi “bottom-up”.
Oleh
para pemikir dikemudian, konsep “affordance” (menindak) Gipson, sering diartikan sebagai hubungan antara objek atau lingkungan dengan organisme, yang memberi kesempatan
bagi organisme
untuk melakukan tindakan (Leo van Lier (2004) dan penelitian
yang melibatkan istilah
 Affordance dalam kajian IMK telah banyak dilakukan.
Penelitian-penelitian tersebut menjelaskan berbagai pengertian tentang istilah
ini. Beberapa penelitian menggunakan buku karya Norman (1990) yang berjudul
 Design
of Everyday Things
 sebagai rujukan
dasar dalam menjelaskan pengertian
 affordance.
 



Misalnya, sebuah tombol memungkinkan menindaknya (affords) dengan memutar, dan mungkin mendorong, sementara kabel untuk di tarik. Sebagai relasi, sebuah affordance (menindak), menunjukkan kemungkinan beberapa
tindakan
manusia
dan organisme dan bukan
merupakan milik salah
satu organisme atau
hanya di lingkungannya sendiri (Juval
Portugali
,1996).
Menurut
penulis, dalam bahasa Indonesia belum ada terjemahan yang pas dari kata “affordance”, Dengan demikian,  untuk sementara bisa dipakai kata menindak,
menindak yaitu mengambil tindakan. Misalnya saat bekerja dengan komputer, jika
kita akan menyimpan file yang kita kerjakan, maka sekilas mata kita melihat
simbol save, kita menindak (mengambil
tindakan) untuk menekannya, agar file itu tersimpan. Affordance, berbeda dengan refleksi, atau gerakan reflek, dimana
gerakan itu muncul karena kesadaran untuk melindungi bagian tubuh tertentu.

Tidak
tertutup kemungkinan, sebagian besar karya grafis dalam bentuk huruf maupun
tanda (safety sign) atau grafis
lingkungan adalah  penggerak affordance atau menindak manusia. Saat
seorang pengendara meliwati sebuah jalan lalu melihat tanda tikungan, dia
otomatis memperlambat laju kendaraannya. Namun kita juga harus hati-hati dalam
menggunakan istilah ini, sebab konsep asli affordance
Gipson, tidak diarahkan kepada perilaku tindakan manusia berdasarkan
pembelajaran atau budaya, dan konsep Norman (2002) mungkin juga tergelincir
dengan pemikiran seperti ini. 



Yang dimaksud affordance disini adalah (tanda) hanya pemancing pengendara, realitas yang dihadapinya adalah lapangan visual (jalan menikung tajam atau curam) pada saat inilah affordance yang sebenarnya berlangsung. Dan berkemungkinan sekali faktor affect juga berlangsung dalam dirinya  dalam menghadapi situasi lingkungan.

Gambar 9. Dari tiga informasi ini (yang sama), mana stimuli yang bisa bertindak sebagai affordance bagi pengendara, apa sebabnya? Jadi mana desain yang salah?



Hal ini sama saat seorang pemakai komputer yang digerakkan oleh berbagai lambang visual atau simbol-simbol di layar komputer untuk menyimpan, membuka, mengetik, menggambar memutar gambar dan sebagainya, semuanya adalah peristiwa hubungan objek visual (lambang-lambang) dan juga dengan “menindak” atau affordance”, perubahan sikap manusia mulai dari “peristiwa persepsi” ke “affordance” ini disebut dengan “metaphor”.

Gambar. 10 Affordance melalui tombol komputer

Dapat disimpulkan beberapa affordance didefinisikan sebagai sumber daya potensial untuk beberapa tindakan (tidak tertentu) organisme atau spesies organisme selain manusia. Istilah ini lebih berkembang untuk digunakan dalam konteks interaksi manusia dengan komputer-Human–Computer Interaction= (HCI) untuk menunjukkan menemukan tindakan yang mungkin dilakukan saat berinteraksi .

Akhirnya istilah Gibson ini, digunakan dalam berbagai bidang seperti: psikologi persepsi, psikologi kognitif, psikologi lingkungan, desain industri , interaksi manusia-komputer , desain interaksi, desain instruksional, ilmu pengetahuan, teknologi dan masyarakat- Science, Technology And Society (STS), dan kecerdasan buatan. Reaksi melihat dan bertindak ini pada HCL disebut “metaphor”.[13]


Kritik terhadap konsep Affordance Norman

Menurut, Soegaard, Mads (adaptasi konsep affordance oleh Norman, dimulai sejak tahun 1988) tetapi konsep ini agak berbeda dengan konsep Gipson yang asli dan memerlukan penjelasan lebih lanjut. Norman sendiri juga mengakui kekeliruan in. Tentang kekeliruan ini dimuatnya dalam tulisannya “Affordance And Design” seperti yang dikatakannya.

“I introduced the term affordance to design in my book, “The Psychology Of Everyday Things” (POET: also published as “The Design of …”). The concept has caught on, but not always with true understanding. Part of the blame lies with me: I should have used the term “perceived affordance,” for in design, we care much more about what the user perceives than what is actually true”

Menurut Soegaard, Mads, dalam artikelnya tentang affordance, ada sifat ambiguitas dalam penggunaan konsep affordance oleh Norman, sehingga konsep ini membutuhkan penjelasan yang lebih rumit. Menurut Norman (1988) sebuah affordance adalah aspek desain sebuah objek yang menunjukkan bagaimana objek harus digunakan; petunjuk visual bagi fungsi dan penggunaan. Norman menulis:

“… Affordance merujuk pada sifat yang dirasakan dan sebenarnya hal, terutama sifat dasar yang menentukan seberapa hal mungkin bisa digunakan. […] Affordances memberikan petunjuk yang kuat untuk operasi hal. Piring …. untuk mendorong.. Knobs adalah untuk mengubah.. Slot  untuk memasukkan sesuatu ke dalam, bola untuk membuang atau memantul. affordances diambil keuntungan oleh  pengguna yang mengetahui apa yang harus dilakukan hanya dengan melihat: tidak ada gambar, label, atau instruksi yang diperlukan “. (Norman 1988, p.9)

Menurut Soegaard, Norman mendefinisikan affordance sebagai sesuatu dua sifat yaitu aktual dan dirasakan. Affordance bola adalah bentuknya bulat, bahan fisik, dengan kemampuan menggelinding, dll (sifat sebenarnya) serta saran yang dirasakan bagaimana bola harus digunakan (sifat yang dirasakan). Ketika properti yang sebenarnya dan dirasakan digabungkan, sebuah affordance muncul sebagai hubungan antara objek dan individu yang bekerja pada benda (Norman 1999). Norman menjelaskan affordance dengan pandangan yang  bertentangan dengan ide Gibson tentang affordance, berikut ini.


Istilah Affordance yang asli

Berbeda dengan pemakaian istilah ini oleh Norman, yang dimaksudkan Gibson sebagai affordance berarti “sebuah kemungkinan tindakan yang tersedia di lingkungan untuk individu, terlepas dari kemampuan individu untuk melihat ada atau tidaknya kemungkinan itu” (McGrenere dan Ho, 2000). Tidak seperti masuknya properti Norman sebagai obyek yang dirasakan (dipersepsi), atau lebih tepatnya, informasi yang menentukan bagaimana objek dapat digunakan, sebuah affordance Gibsonian independen dari kemampuan aktor untuk memahaminya. Sebuah pintu dapat memiliki affordance dari ‘openability’ (yang affordance-nya relatif terhadap aktor), tetapi dapat disembunyikan, disamarkan atau juga (informasi menentukan affordance yang tidak tersedia bagi aktor).

Di sisi lain, ketika kedua affordance (pintu dapat dibuka oleh aktor) dan informasi dalam lingkungan yang menentukan affordance (pintu terlihat, memiliki pegangan dll) yang hadir, keadaan persepsi langsung tercapai. “Misalnya, seseorang merasa bahwa salah satu dapat berjalan ke depan, ketika seseorang melihat permukaan padat dan buram yang membentang di bawah kaki seseorang. Affordance adalah kemampuan berjalan (walkability) dan informasi yang menentukan walkability adalah kombinasi invarian padat yang dirasakan (lihat konsep invarian uraian sebelumnya) , permukaan buram tertentu dan ukuran relatif terhadap diri sendiri “(McGrenere dan Ho, 2000: p.2). Persepsi langsung berarti bahwa informasi dalam reseptor sensorik Anda sudah cukup untuk melihat “sesuatunya”. Anda tidak memerlukan proses tingkat kognitif yang lebih tinggi untuk menengahi antara pengalaman indrawi dan persepsi kita (Sternberg 1997).
Sebuah affordance menurut Gibson adalah relatif terhadap kemampuan aksi aktor tertentu. Oleh karena itu, untuk pencuri jendela yang terbuka dapat memiliki affordance dari “memanjat melalui” (dan kemudian mencuri sesuatu), tapi tidak begitu dengan anak yang tidak cukup tinggi untuk mencapai jendela dan karena itu tidak memiliki kemungkinan tindakan seperti itu.

Affordances, menurut Gibson, sebaiknya selanjutnya tidak dipandang sebagai tergantung pada budaya, pengetahuan sebelumnya atau harapan dari individu, seperti yang diperlihatkan Norman. Dengan mengabaikan pengetahuan dan harapan aktor, Gibson hanya berfokus pada kemampuan aksi pelaku dan bukan, seperti Norman, pada kemampuan perseptual dan mental. Walaupun informasi yang menentukan affordance, memang tergantung pada pengalaman dan budaya aktor.


Affordances Menurut William Gaver

William Gaver [14] membagi affordances menjadi tiga kategori: (1) Affordance yang jelas, (2) Affordance. tersembunyi, dan (3) Affordance palsu. Sebuah affordance palsu adalah affordance yang tidak memiliki fungsi nyata, yang berarti bahwa manusia merasa mungkin tidak perlu ada tindakan. Sebuah contoh yang baik dari affordance palsu adalah tombol plasebo (tombol bodoh) Affordance tersembunyi menunjukkan bahwa ada kemungkinan tindakan, tetapi ini tidak dirasakan oleh manusia/ aktor. Misalnya, melihat sepatu tidak jelas bisa digunakan untuk membuka botol anggur. Affordance yang hanya dilihat, ada informasi yang tersedia sehingga orang merasakan dan kemudian dapat bertindak atas affordance yang ada.

Gambar. 11. Tombol plasebo (palsu). Sebuah tombol plasebo (juga disebut sebagai tombol bodoh) adalah push-button dengan fungsi jelas bahwa sebenarnya tidak bereaksi saat ditekan.

Ini berarti bahwa, ketika affordances yang jelas, mereka menawarkan hubungan langsung antara persepsi dan tindakan pada saat yang sama, dan, ketika affordances tersembunyi atau salah, mereka dapat menyebabkan kesalahan dan kesalahpahaman tindakan maupun pendapat.

Ilusi Kontrol

Ilusi kontrol adalah kecenderungan orang untuk melebih-lebihkan kemampuan mereka untuk mengontrol peristiwa, kejadian atau apa yang dialami; misalnya, terjadi ketika seseorang merasa rasa kontrol atas hasil yang mereka peroleh terbukti tidak berpengaruh. Efek “Ilusi Kontrol” disebut oleh psikolog Ellen Langer[15] dan direplikasi dalam konteks yang berbeda. Hal ini diduga mempengaruhi perliku orang yang suka berjudi, perilaku dan keyakinan orang di dunia paranormal. Ilusi kontrol sering seiring dengan keunggulan ilusi dan bias optimisme, ilusi kontrol adalah salah satu ilusi yang positif.

B. 5. Diantara Sebab Munculnya Affordance: Pengaruh Fovea



Proses bottom-up didorong oleh rangsangan eksternal (bukan internal).

Proses Bottom-up didorong oleh peristiwa kemampuan fovea[16], yaitu aktifitas bagian mata manusia, yang mengatur ketajaman mata, kemampuan melihat yang disebut fovea, manusia hanya bisa fokus pada daerah yang sangat kecil pada satu waktu dan kita lihat melalui serangkaian gerakan mata. (dalam buku ini dapat lihat uraian selanjutnya tentang fovea)


Dalam keadaan alami, kita terikat pada satu atensi tertentu sejenak dan kemudian beralih ke atensi berikutnya. Kita mengambil sedikit pada setiap fiksasi dan itu melalui pola gerakan mata yang ditujukan kepada lingkungan visual kita.

Ini semua terjadi dengan cepat diawal proses visual tanpa disadari  terhadap perhatian kita pada dunia luar. Ini terjadi begitu cepat kita bahkan tidak menyadari hal itu terjadi. Sepintas kita mendeteksi hal-hal berikut tanpa disadari secara “bottom-up processing” seperti melihat: gerakan, tepi bentuk (outline), warna, kontur, dan kontras dari yang kita lihat.

Setiap unsur yang disebutkan di atas dapat digunakan untuk menarik perhatian pada sesuatu dalam berinteraksi dengan komputer. Sebagaimana kita memproses informasi pada otak kita, misalnya (1) membedakan antara figur dan latar, (2) kesatuan (unity) elemen, (3) mengatur tekstur ke dalam bentuk dasar

Pengetahuan ini membantu kita untuk memahami bagaimana manusia mengenali dan mengidentifikasi misalnya objek pada halaman Web, atau desain informasi lainnya, mungkin juga pada bidang seni. Informasi ini cepat berlalu ke area lain dari otak dan pengaruh di mana kita dapat dipengaruhi oleh objek perhatian  berikutnya.

Fovea

Gambar. 6.12. Fofea, Fovea adalah bagian dari anatomi mata yang terletak di tengah-tengah makula, bagian dari retina.Fovea bertanggung jawab terhadap ketajaman penglihatan yang sangat dibutuhkan manusia untuk membaca, mengendarai kendaraan atau melakukan aktivitas apapun yang memerlukan ketajaman penglihatan dan atau affordance. Sumber[17]


Getting Info...
Cookie Consent
We serve cookies on this site to analyze traffic, remember your preferences, and optimize your experience.
Oops!
It seems there is something wrong with your internet connection. Please connect to the internet and start browsing again.
AdBlock Detected!
We have detected that you are using adblocking plugin in your browser.
The revenue we earn by the advertisements is used to manage this website, we request you to whitelist our website in your adblocking plugin.