Kasus Seni Rupa dan Musik

Oleh: Nasbahry Couto


UMUMNYA terdapat perbedaan antara kegiatan seni dan kegiatan
seni untuk komersial, bahwa seni komersial bertujuan untuk menjual produk. Selanjutnya juga sering disebut dengan bermacam istilah kreatif, seperti ekonomi kreatif, industri kreatif dan sebagainya. Sementara itu tujuan seni adalah menjadi obyek estetika untuk dihargai kehalusannya
dan memiliki kualitas yang unik, hal ini dijelaskan oleh  Susan Kendzulak (2015) dalam sebuah
tulisannya. Sehingga y
ang dimaksud  dengan “seni komersial” itu bisa meliputi periklanan, desain grafis, branding, logo, dan ilustrasi buku, sedangkan bidang seni meliputi lukisan, patung, seni grafis, fotografi, instalasi, multi-media, seni suara, dan performance art. Di Indonesia sebutan untuk seni komersial masih dinamakan “seni
terapan”. Namun  dari banyak tulisan hari ini di Eropah maupun di Amerika, istilah seni terapan ini
tidak dipakai lagi dan dianggap kuno (archaic).
 

Dalam seni musik juga terdapat kontradiksi antara musik untuk tujuan seni dengan musik untuk tujuan komersial. Hal  ini bisa terjadi karena perbedaan interpretasi dan tujuan diantara seni dan seni untuk komersial. Di antara kedua kepentingan ini idealisme seniman umumnya tertekan oleh hegemoni produsen seni yang memandang aspek ekonomi lebih penting dari pada idealisme seni. Pertentangan antara seni murni dan seni komersial nampaknya lebih tajam terlihat di dalam seni musik ketimbang dalam seni rupa. Di bawah ini  adalah gambaran selintas bagaimana kehidupan seni komersial itu yang berbeda dengan ideal seni yang berasal dari dunia pendidikan di Indonesia. Apapun yang dikerjakan oleh seniman komersial, nampaknya bakat dan minat serta kegigihan sangat menentukan keberhasilannya. 

Hilangnya batasan Seni dan Seni komersial oleh Pop Art


Menurut
Kendzulak, Susan (2015), hingga pertengahan abad ke-20, perbedaan antara seni komersial
dan seni cukup jelas. Seni komersial termasuk televisi dan iklan cetak,
dan gambar diproduksi secara massal, sedangkan seni terdiri dari sejenis
benda unik seperti lukisan, patung dan pekerjaan di atas kertas yang dipamerkan
di galeri seni atau museum. 


Namun sejak tahun 1960-an, oleh gerakan seni yang dikenal dengan nama Pop Art merobohkan batasan ini, dan
membaurkan keduanya menjadi tujuan yang beragam. Para seniman Pop seperti Andy
Warhol memproduksi karya seninya secara massal dengan menggunakan peralatan komersial untuk seni. Misalnya karya cetak saring (silk screen printing) kotak “Brillo” karya Andy
Warhol*) adalah contoh sempurna tentang bagaimana seni komersial bergabung dan
masuk ke kawasan seni.  



Awal seni pop: Ekspresionisme sebagai lawan Impresionisme

Sebagaimana yang diketahui, sejak tahun 1950-an, “abstrak eskpressionisme” dapat dianggap sebagai puncak perkembangan seni moderen, sejak itu seniman memecah perhatiannya pada berbagai pendekatan seni. Yang kemudian melahirkan “Pluralisme” (gerakan seni majemuk) pada tahun 1960-an, seperti Pop, Art, Color-Field Painting,  Minimalisme, Craft-As Art, Earth Art, Feminist Art, Media Art, Pattern dan Decoration, Performance dan Video Art. Jadi, gerakan Pop Art itu sebenarnya tidak bisa dilepaskan dari gerakan seni moderen itu sendiri, yang disebut para ahli dengan gerakan ekspresionisme. 


Sejarah mencatat bahwa gerakan ekspresionis, tidaklah dianggap sebuah gerakan individual atau kelompok seniman.  Gerakan ekspresionisme sebenarnya
bertalian dengan gerakan  seni-rupa
moderen itu sendiri (Robert Atkins, 1990: 71-72). Dimana gerakan
ekspresionisme –yang mengambil kesan-kesan  ke dalam dirinya sendiri–sebagai lawan dari
Impresionisme yang mengambil kesan-kesan ke luar dirinya– yang hanya berusaha
melukiskan kesan optis –dari sesuatu, dan melihat dunia sebagai sebuah tempat
yang indah penuh warna. Sedangkan gerakan ekspresionisme menjelajahi jiwa
manusia dan mengungkapkannya keatas bidang kanvas atau karya seni-rupa. Gerakan
ekspresionisme berpangkal dari seni-rupa untuk mengungkapkan perasaan. Pematung dan pelukis mengkomunikasikan
emosinya melalui distorsi warna dan bentuk atau permukaan atau ruang yang padat
dengan kualitas dirinya pribadi. Pengembangan ide gerakan ekspresionisme ini
memuncak pada gerakan “abstrak ekspresionisme”, yang menjadikan seni
sebagai medium otomatisasi dan spontanitas dalam berkarya. Gejala-gejala ekspresionisme inilah salah satu penyebab lahirnya seni pop (pop art) seperti yang terlihat dari biografi dari 
Andy Warhol di bawah ini.

*) Tokoh paling populer dalam gerakan seni pop yang muncul pada 1950-an di Amerika Serikat dan Inggris adalah Andy Warhol. Selama karirnya menghasilkan banyak karya lukisan, film, iklan, iklan cetak dan karya seni lainnya. Orang tua Andy Warhol adalah emigran dari Cekoslowakia yang datang ke  Amerika pada awal abad ke-20. Sebagai anak laki-laki Andy suka menggambar dan memotong gambar. Keluarga itu tinggal di Pittsburgh, di mana ayah Warhol bekerja di sebuah tambang batu bara.
Sementara di SMA Warhol mengambil kelas seni dan menggambar sketsa di Museum Carnegie. Dia suka pergi ke bioskop dan mulai mengumpulkan artikel tentang film dan bintang film tenar. Benda-benda ini muncul di kemudian hari dalam karya Warhol. Warhol belajar seni di Pittsburgh dan setelah pindah ke New York pada tahun 1949 ia mulai bekerja sebagai ilustrator untuk majalah seperti New Yorker atau Vogue. Selama waktu ini ia mulai menggunakan teknik khusus untuk menggambar iklan. Andy Warhol menjadi tidak puas dengan pekerjaan ini dan ingin gambar nya ditampilkan di galeri seni. Selama tahun 1960 Andy Warhol berkonsentrasi pada gambar realis dari barang pakai sehari-hari. Gaya ini dikenal sebagai seni pop. Di antara lukisan paling terkenal adalah lukisan tentang komik, gambar Marylyn Monroe, Muhammad Ali, botol Coca Cola dan kursi listrik. Lukisannya mungkin paling dikenal adalah kaleng sup Campbell yang terkenal itu. Umumnya Warholl menyederhanakan objek dan potret dan kemudian diberi  berbagai warna.
Pusat kehidupan Warhol adalah studio seni, yang disebut Factory. Di sana ia bertemu dengan banyak seniman dan selebriti terkenal lainnya. Studionya juga dipakai sebagai studio film di mana Andy Warhol menghasilkan banyak film “under-ground.  Pada tahun 1968 seorang aktris yang frustrasi, Valerie Solanas, berjalan ke studio Warhol dan menembaknya. Meskipun ia sudah dinyatakan meninggal, dokter berhasil menghidupkannya kembali dan menyelamatkan nyawanya. Warhol sepenuhnya pulih dari insiden ini. Selama 1970-an dan 80-an Warhol terus melukis dengan teknik “cetak saring”(screen-printing)  yang sama dan membuatnya populer, kemudian kariernya pun menurun. Pada tahun 1987 Warhol meninggal pada usia 58 saat operasi kandung empedu. Andy Warhol memiliki kepribadian yang unik. Karena dia seorang homoseksual. Dia suka dikelilingi oleh sifat-sifat orang yang khas seperti Mick Jagger dan Jim Morrison. Karyanya kemudian di museumkan orang Amerika dengan nama Andy Warhol Museum di kota Pittsburgh, museum ini adalah museum seni terbesar yang didedikasikan untuk seorang seniman  tunggal. Museum ini mengkoleksi lebih dari 12.000 karya ikon pop art. Lukisan tertinggi Andy Warhol adalah Delapan  seri Elvises, atau gambar Elvis Presley, yang dijual lebih dari 100 juta dolar.

Penjelasan Filsuf Seni Tentang “Produk Komersial”
atau “Sesuatu” dapat Menjadi Benda Seni

Fenomena seni komersial atau “sesuatu“menjadi seni — sehingga berbagai media (kriya, dekorasi, kursi, ruangan, lingkungan tanah, hutan, bumi dsb) — dipakai sebagai alat ekspresi seni, tentu menarik perhatian para ahli seni. Misalnya Danto. Filsuf Arthur Danto (1924-2013) menjelaskan perbedaan dan mengapa “Kotak Brillo” Andy Warhol adalah seni, dan kotak Brillo di supermarket bukan seni, meskipun kedua kotak itu terlihat sama. Danto menulis: ” Mengingat dua hal yang mirip satu sama lain yang menjadi peringkat pilihan, tetapi salah satu dari mereka sebuah adalah karya seni dan lainnya obyek biasa, apa yang menyebabkan perbedaan ini dalam status? ”


Danto menyadari bahwa seni seperti “kotak Brillo” Andy
Warhol, lebih dari sekedar sebuah objek yang akan dirasakan secara visual,
tetapi itu diperlukan suatu sistem untuk mendefinisikannya sehingga dapat dianggap
karya seni. ” Ini adalah peran teori seni saat ini untuk
membuat sesuatu dan memungkinkannya menjadi seni” . Dengan perkataan lain,
hal ini terjadi karena sistem seni yang dibuat galeri, kurator, kritikus seni dan seniman –yang membantu dan
menentukan — apa yang seni (arts), dan untuk membedakannya dari seni komersial. Dalam seni “kontemporer” saat ini, seniman juga memakai
teknik pembuatan benda komersial, seperti seniman video Pipilotti Rist, yang meniru
video-video musik yang terlihat di televisi, tapi karyanya dipamerkan di galeri
seni dan museum. 
Mengapa “replika” sabun Brillo karya Warhol bisa
dikategorikan sebagai karya seni sedangkan objek aslinya  di supermarket tidak karya seni? Apa
kelebihan karya Warhol dibanding barang produksi pabrik sehingga bisa disebut karya seni sedangkan yang lainnya tidak? Arthur C. Danto dalam beberapa tulisan
dan bukunya mencoba menjawab persoalan ini. 

Dalam “The Transfiguration of The
Commonplace: 
A Philosophy of Art”“(1981) Danto mendiskusikan lukisan karya Brueghel: “Landscape with
The Fall of Icarus”, (1558), seandainya saja lukisan tersebut memiliki judul yang berbeda
atau bahkan tidak memiliki judul sama sekali. Kita tidak akan punya petunjuk bahwa
sepasang kaki di permukaan laut tersebut adalah kaki Ikarus yang malang.
Interpretasi ini pun baru bermunculan dengan mengenal (memahami)  judul lukisan



Karya Brueghel, “Landscape with The Fall of Icarus”, 1558



Melalui contoh tersebut Danto sebenarnya
ingin mengatakan bahwa karya seni adalah segala sesuatu yang bisa
diinterpretasi atau dimaknai oleh pengamatnya. Terutama jika ada indikasi kearah
pemaknaan tertentu. 
Dalam bukunya The Abuse of Beauty (2003), dengan meminjam
klasifikasi Hegel atas keindahan, di mana keindahan dibagi menjadi dua:
keindahan artistik dan keindahan alami, Danto menyatakan bahwa keindahan
artistik memiliki posisi lebih tinggi ketimbang keindahan alami. Hal ini karena–
bagi Hegel dan hal ini juga diakui oleh Danto— keindahan artistik memiliki unsur
intelektualitas dan kreatifitas manusia, karenanya perlu diinterpretasi dan
dimaknai sebagai artistik. Jika seseorang melukis sebuah pemandangan padang
rumput, lukisan tersebut mungkin bisa sama indahnya dengan pemandangan yang
asli. Meskipun begitu, menurut Hegel, karya seni lahir dari “Roh/Spirit” dan
dilahirkan kembali melalui “Roh/Spirit” juga (
Aus den Geistens geborene und
wiedergeborene
), dan dengan alasan itulah karya seni memiliki hal-hal penting
yang tidak dimiliki fenomena alam (lanskap alam yang asli).


 “Urinoar” karya Marcel Duchamp  yang di beri judul Fountain. Sumber: https://biboups.files.wordpress.com

Hal yang sama terjadi pada  kotak
Brillo dan kemasan Brillo  yang memang
bisa dimaknai dan diinterpretasi secara berbeda. Menurut Danto, hal utama yang
membedakan karya seni dengan objek lainnya adalah makna (meaning) yang secara
internal dibawa oleh karya seni tersebut. Maka, sesuatu dapat dianggap karya seni
bila makna yang terkandung di dalamnya dapat “dimunculkan” melalui berbagai
macam proses interpretasi atau makna.  Oleh karena
itu kemasan Brillo dan “urinoar” karya Marcel Duchamp  yang di beri judul Fountain– dan  juga
barang-barang nonseni lainnya –dapat muncul sebagai karya seni. Sebuah karya seni
muncul ketika –ada interpretasi yang menyebabkan objek tersebut – dan relasi nya
dengan dunia seni. Hal yang sama dikemukakan juga oleh George Dickie, dalam
bukunya The Institutional Theory of Art. 



Seni dan Seni Komersial tetap Dipisah


Menurut Kendzulak (2015), meskipun dunia seni saat ini menghilangkan batasan unsur
seni komersial dan seni, namun  sekolah
seni yang formal masih mempertahankan pembagian antara seni komersial dan seni 
(arts),
dan  mahasiswa harus memilih antara
jurusan seni atau seni komersial. 
Namun ada yang berpendapat bahwa perbedaan yang tidak bisa
ditawar antara seni komersial dan seni 
(arts). Yang lain berpendapat bahwa
perbedaannya adalah antara karya asli (hanya dibuat tunggal)  dan lainnya diproduksi massal (sebagai karya komersial),
dan hal itu nampaknya tidak dipermasalahkan. Perbedaan antara seni komersial
dan seni 
(arts) telah dibahas sejak adanya dua kategori antara keduanya. Dan masing-masingnya memainkan peran yang berbeda dalam budaya modern. Seni komersial umumnya dibuat untuk kebutuhan sebuah perusahaan dan didistribusikan secara massal. Seniman kreatif di lingkungan dunia komersial adalah seorang upahan, yang tunduk pada kendala dan preferensi dari majikan dan atau kliennya. Dan dari pekerjaannya harus dapat memenuhi persyaratan menjamin larisnya “penjualan”, dan dia dibayar dalam bentuk komisi atau gaji biasa.


Namun Kendzulak juga mengakui, sejarah memperlihatkan bahwa batasan antara keduanya juga sering tidak
jelas. Misalnya Michelangelo secara agresif memasarkan kopian karya 
seninya  sendiri untuk mendapatkan pelanggan dan hasil komisi dari karyanya; yang lain menjual
kopian karyanya dalam bentuk ilustrasi untuk majalah komersial dengan sirkulasi
multi-jutaan. Misalnya dalam kasus 
Norman Rockwell, adalah contoh seniman komersial yang kadang-kadang juga dikategorikan seniman lukis.


Pekerja Seni Komersial di Amerika


Norman Rockwell (1894-1978) misalnya sebagai seorang ilustrator yang terkenal di Amerika,  juga menciptakan beberapa karya seni lukis yang menarik tetapi karyanya adalah untuk  seni komersial. Dia dianggap sebagai seorang
pelukis Amerika abad ke-20 dan juga ilustrator. Karya-karyanya sangat populer
dan memiliki daya tarik yang sangat besar dan dikenal luas dan dapat
merefleksikan budaya Amerika. Rockwell paling terkenal karena pekerjaannya
untuk ilustrasi sampul majalah “The Saturday Evening Post” –yang menggambarkan
kehidupan sehari-hari — yang ia ciptakan hampir lima dekade lamanya. Di
antara yang paling terkenal dari karya-karya Rockwell adalah Serial illlustrasi
“Willie Gillis”, “Rosie the Riveter”, “The Problem We All Live With”, “Saying
Grace”, dan seri illustrasi tentang  Four
Freedoms. Dia juga terkenal karena hubungannya selama  64 tahun dengan Boy Scouts of America (BSA),
di mana diproduksi untuk cover publikasi Boys’ Life,  kalender, dan ilustrasi lainnya. Karya-karya
ini mencakup gambar pop yang mencerminkan Sumpah Pramuka dan Aturan Pramuka
seperti The Scoutmaster, A Scout is
Reverent
,  dan A Guiding Hand dan banyak lainnya lagi.

Karya Norman Rockwell, “Homecoming G.I. “ sumber:  Rambler, 2013, Norman Rockwell: Artist or Illustrator?. http://www.literaryramblings.com

Seni Komersial di Indonesia: Komikus versus  Industri Penerbitan (Penerbit & Percetakan)

Salah satu contoh bagaimana seni komersial di Indonesia misalnya Chris Lie, alumni
Arsitektur ITB yang melanjutkan studinya melalui beasiswa  Fulbright Scholarship (2003-2007) di Savannah
College of Art and Design (MFA in Sequential Art; Excelsus Laureate-2006). 
Sesuai
dengan profesi Chris sebagai komikus, kegiatannya setiap hari adalah menggambar
dan mengelola beberapa proyek komik. Kebanyakan proyek yang Chris kerjakan
terbit di luar negeri, baik dalam bentuk komik, action figures (mainan), game
card, ataupun PC game. 



Cris Lie: Seni Komersial  Caravan Studio, Jakarta
Sumber:http://www.banggaindonesia.com


Untuk produksi komik antara lain dia menciptakan serial Return to Labyrinth
(Tokyopop), Drafted series (Devil’s Due), dan beberapa cover untuk komik GI
Joe
. Sedangkan untuk toys dan game, Chris bekerja sebagai
 concept
designer
, kebanyakan untuk perusahaan mainan Hasbro. Setahu Chris
sudah lumayan banyak orang Indonesia yang ikut dalam project komik di luar
negeri terutama di bidang pewarnaan komik. 
Pria
kelahiran Bandung 5 September 1974 ini sebenarnya ingin menjadi astronot,
tetapi ketika SMA ia baru sadar bahwa sekolahnya tidak ada di Indonesia.
Kemudian ia ingin menjadi pelukis, tetapi kurang direstui. jadilah Chris
mengambil jurusan Arsitektur di ITB. Ketika kuliah, ia mulai mengenal dunia
komik dari teman-teman kuliah. Keingintahuannya berubah menjadi tekadnya untuk
“bisa hidup” dari membuat komik, tidak hanya membuat komik sebagai hobi, tetapi
sebagai profesi. Ternyata tidaklah mudah melakukan hal tersebut di Indonesia,
butuh 8 tahun untuk bisa mencapai hal itu.


Menurutnya,
mengapa industri komik di Indonesia 
tidak maju dapat dilihat dari beberapa hal.
 

  • Hanya
    segelintir orang yang bisa menghasilkan karya yang berkualitas.
  • Miskinnya
    jumlah komikus di Indonesia karena kalangan industri yang tidak mendukung. 
  • Profesi komikus tidak bisa hidup layak di Indonesia, sehingga tidak bisa
    disalahkan apabila mereka yang pada awalnya tertarik menjadi komikus terpaksa
    banting setir menjalani profesi lain yang bisa menghidupi keluarga.
  • Akibat kualitas komik rendah  penerbit kurang berminat menerbitkan komik lokal. Kebanyakan komik yang di terbitkan berasal dari Jepang atau Amerika (misalnya komik Doraemon, Naruto, Chin Can dsb)
  • Penerbit besar tidak mau berkorban untuk membiayai komikus menghasilkan
    karya yang baik dan mempromosikan secara maksimal. Hal ini pun bisa dimaklumi
    karena sebagai pengusaha, penerbit harus bisa menghasilkan keuntungan,
    sementara komik Indonesia kurang laku.
  • Dengan
    minimnya jumlah komik Indonesia yang beredar di toko buku, pembaca tidak tahu
    dengan keberadaan komik Indonesia. Kita tidak bisa menyalahkan pembaca yang
    punya hak untuk memilih komik mana yang bagus menurut selera mereka.

Kesimpulannya, industri seni (khususnya komik)  rantaian infrastrukturnya harus kuat terlebih dahulu jika mau maju. Harus ada usaha dan kesadaran
bersama antara penerbit, komikus, pembaca, plus ada dukungan dana dan kebijakan
dari pemerintah supaya komik Indonesia punya peluang untuk bangkit dan
bertarung dengan komik luar. Artinya harus ada bantua
n dari pemerintah dan stakeholder (pemangku kepentingan, seperti investor, pemerintah dsb). 


Sumber:https://attalicious.wordpress.com

Menurut
pengidola komikus Leinil Yu*) ini, komik adalah salah satu media informasi dan
pembelajaran yang efektif, seperti pengenalan sains dan teknologi melalui
komik, Akan tetapi komik tetaplah harus didukung oleh media yang lain.**)  

Catatan: Leinil
Francis Yu
(lahir 31 Juli 1977) adalah seniman komik Filipina, yang awalnya
bekerja untuk pasar komik di Amerika melalui perusahaan “Wildstorm Productions”. Dalam sebuah
wawancara yang diterbitkan di buletin Daily Bugle Marvel, karya-karyanya digambarkan
bergaya  “Dynamic Pseudo-Realisme”.

Leinil Yu dengan karyanya: Optimus Prime. Sumber: Francis Leinil Yu: http://supermerlion.com

**) lihat Comic art community

Membuat Perusahaan  Seni Komersial di Indonesia

Tahun 2007, Chris pulang ke tanah
air dan membangun bisnisnya sendiri dengan mendirikan Caravan Studio. Dasar bisnisnya adalah studio konsep desain, komik dan ilustrasi yang
mengkonsentrasikan diri untuk menggarap bagian kreatif dari sebuah proyek,
yaitu tahap pencarian dan pengembangan ide, desain (karakter, lokasi,
transportasi) dan art direction serta output-nya berupa digital image yang
pendistribusiannya bisa dalam bentuk digital, cetak, online, ataupun Game (mainan). 



Pengagum komikus Jim Lee (komikus warga Amerika, keturunan Korea) ini pun membutuhkan waktu selama enam bulan untuk
mewujudkan ide bisnisnya. Tepat pada bulan Januari 2008, dengan bermodalkan
uang tabungannya sebesar Rp150 juta berdirilah Caravan Studio. Dengan sasaran
negara maju. Menyadari persaingan yang tak mudah dengan perusahaan serupa di
dunia, pria kelahiran 5 September 1974 memiliki jurus untuk mendiferensiasi
bisnisnya dibanding perusahaan sejenis. 



Bila biasanya studio-studio di negera berkembang
hanya mengerjakan bagian
labor works
dari negara maju, Caravan Studio justru mengambil bagian proses kreatif dari
sebuah proyek kreatif. Game Marvel Ultimate Alliance II (Activision) untuk
Playstation3/XBOX360 menjadi salah satu proyek Chris dimana konsep desain
karakter superhero komik Marvel didesain ulang olehnya supaya lebih up to date
dengan tren visual yang disukai oleh konsumen saat ini. Kebebasan berkreasi pun
terlihat dalam satu scene game, crew Caravan Studio muncul dalam karakter yang
disamarkan.



Karya Cris Lie. Sumber: https://attalicious.wordpress.com

Meskipun hanya berawak tiga belas orang, lima
orang diantaranya freelancer dan
kantor yang mungil namun karyanya tak bisa dianggap remeh. Dari kantor mungil
itu telah dihasilkan berbagai komik berseri, game card, design action
figure
, ilustrasi PC game dan packaging yang sebagian besar proyek tersebut
berasal dari negara Amerika.
 Sumber: https://attalicious.wordpress.com


Perusahaan Cetak Digital

Salah satu gejala yang berkembang dewasa ini adalah menjamurnya perusahaan-perusahaan cetak digital di Indonesia, yang mampu menghasilkan cetakan dengan resolusi tinggi. Sehingga dapat mencetak lukisan  atau karya seni yang hasil cetaknya sangat mirip dengan aslinya.
Karya-karya copian ini kemudian dipakai untuk 

  • dekorasi bangunan umum: Perkantoran, Hotel, Villa, Rumah Makan, Bank, Rumah Sakit, dsb.
  • dekorasi rumah dan hunian
  • dekorasi dinding
  • wall art / hiasan dinding
  • Pup / klub malam/ klub house
  • Coffe Shop
  • Barber shop
  • Supermarket/ 
  • dan sebagainya

Seperti yang diketahui hasil copian lukisan asli ini harganya relatif lebih murah dibandingkan dengan lukisan yang asli. Dan apabila pemilik rumah atau hotel sudah bosan dengan lukisan copian ini, maka dapat menggantinya dengan yang baru.

Contoh pemasangan lukisan hasil print digital di atas kanvas pada ruang hotel. Lukisan seakan terlihat asli padahal bukan.Sumber:http://id.aliexpress.com/

Contoh promosi lukisan dan illustrasi hasil cetak digital  yang harganya rata-rata antara 100-200 ribu rupiah.

Sumber:http://id.aliexpress.com/

Contoh mesin cetak digital, harga sekitar 30-50 Juta.

Hak Cipta

Oleh karena sering terjadi pelanggaran hak cipta melalui copian tayangan gambar dan lukisan melalui internet, maka diminta kepada seniman/desainer agar hati-hati untuk menayangkan karyanya di internet, baik melalui Facebook, maupun blogger. Hal yang sering terjadi dimana karya seniman yang dipajang di internet, dicopy oleh pihak lain untuk diperbanyak melalui cetak digital. Yang dirugikan adalah seniman yang pada dasarnya tidak mendapatkan apa-apa, Hal yang sama juga terjadi pada karya seni yang lain seperti video dan musik.(lihat tulisan ini) dan untuk mengunduh semua deklarasi Undang-undang Hak Cipta (unduh di sini. pdf). Jika ingin promosi sebenarnya bisa membuat situs web tersendiri atau masuk ke jaringan bisnis yang sama, dimana anggotanya terbatas dan bukan untuk umum.


Kepemilikan mesin penggandaan seperti mesin fotocopy, mesin cetak digital tidak pernah mendapat perhatian serius dari pemerintah. Dan tidak jarang justru menghancurkan hak intelektual seseorang, misalnya dengan memfotocopy buku. Demikian juga dalam hal pekerjaan desainer DKV, atau Grafis dapat menjadi hilang. Sebab apapun juga dapat dipesan melalui mesin digital dan dirancang sekaligus oleh pekerja-pekerja pemilik mesin digital, misalnya pengerjaan spanduk atau poster. Yang diperlukan adalah seorang agen. Sebagai contoh, misalnya di Perguruan Tinggi A. Ada seorang agen (biasanya bagian humas) yang kerjanya memesan spanduk, poster dsb., yang diperintahkan pimpinan Humas, agen itu dapat langsung ke pemilik  mesin digital  tanpa melalui jasa desainer grafis. Hal yang sama juga terjadi di bidang Humas-humas lainnya di pemerintahan maupun instansi. Akibat tidak langsung dari situasi ini, maka lulusan sekolah-sekolah DKV dan Desain Grafis berkurang perannya, 

Di jaman serba yang serba digital sekarang ini, selain memberikan dampak positif tentu juga akan ada dampak negatifnya, seperti
pembajakan karya musik atau film. Hal ini diakui Ketua badan Ekonomi
Kreatif
sekarang ini yang baru dibentuk oleh Kabinet Jokowi-JK, Triawan Munaf (26-5-15). Nampaknya belum ada cara yang ampuh menekan
pembegalan karya para seniman itu walau sudah ada Undang-undang Hak Cipta. “Di
Korea Selatan dan Perancis sudah dikembangkan Alert System. Hal ini layak
diadopsi juga di Indonesia kalau para kreatif digital bisa mengembangkan
aplikasi yang sama.  Dijelaskan oleh Triawan
Munaf , bahwa melalui Alert System tersebut nantinya penyedia jaringan bisa
mendeteksi adanya aktifitas pengunduhan karya ilegal di dunia maya dan
memberikan peringatan ke pengguna. Peringatan pertama menyatakan bahwa yang
diunduh adalah file ilegal dan dialihkan ke file legal. Jika masih bersikeras
mengunduh file ilegal, operator menurunkan speed internet. Di Korea Selatan ketika pola ini diterapkan, begal/ pembajakan digital berkurang 50%. Menurut Triawan Munaf,
cara seperti itu lebih ampuh ketimbang memaksa Kementrian Komunikasi dan
Informatika (Kemenkominfo) untuk menjadi polisi digital dengan menutup portal-portal
yang menyediakan file ilegal.  Dan hal ini lebih
ampuh ke pengguna akhir.
Sekadar diketahui, seiring dengan
berkembangnya dunia digital dan internet, jumlah lagu yang diunduh secara
ilegal diperkirakan mencapai 2,8 miliar lagu per tahun. Illegal download per
detik diperkirakan mencapai 92 lagu. Akibat pembajakan, kontribusi subsektor
musik terhadap pembentukan PDB sektor ekonomi kreatif dan pariwisata sangat
minim, yakni hanya 0,8% atau sekitar Rp4 triliun dari Rp 640 triliun.

Sumber: http://www.indotelko.com

Model Pekerja Seni Komersial di Indonesia

Diela Maharanie (Seniman Seni Komersil Otodidak)

Diela Maharanie dapat dianggap seorang  ilustrator
perempuan  Indonesia yang otodidak. Karya – karya pop art-nya sangat eye catching dengan
dominasi pattern (pola), warna cerah dan dinamis. Karya-karyanya terpajang di berbagai
majalah dan brand-brand T-shirt, Hard Case dan Scraft. Perempuan yang menetap
di Jakarta ini dulunya merupakan mahasiswa jurusan akuntansi di Universitas
Islam Negeri (UIN) Jakarta, namun memutuskan untuk berhenti kuliah dan menekuni
minat menggambarnya yang sudah ada sejak kecil.  “Saya suka menggambar dan melukis sejak kecil,
tapi saya menekuni dunia ilustrasi sejak kuliah dan memutuskan untuk bekerja
sebagai ilustrator”.

Dalam membuat karyanya Diela mengakui tidak
memiliki trik – trik khusus. Dia hanya mengambil kertas dan menggambar, apa
pun yang muncul dalam pikirannya saat itu Meskipun telah banyak mengikuti
berbagai pameran baik didalam dan luar negeri, tetapi gadis ini
mengaku tidak paham bagaimana mendapatkan inspirasi karena baginya menggambar
mengalir begitu saja dan sering membuatnya lupa terhadap lingkungan. Baginya,
menggambar sudah menjadi ritual sehari – hari, seperti berdoa dan mandi. Diela
saat ini bergabung dengan komunitas Kopi Keliling yaitu komunitas gerakan dalam
berbagai macam bentuk kegiatan seni yang percaya bahwa seni dan kreativitas
dapat melakukan perubahan berarti bagi bangsa Indonesia.

Berkumpul dengan seniman lain di komunitas menurutnya baik dan mendorong munculnya inspirasi. Baginya, kreativitas penting bagi anak
muda, untuk terus berkarya dan
bereksplorasi.Diela Maharanie adalah salah satu ilustrator
perempuan di Indonesia. Karya – karya pop art-nya sangat eye catching karyanya menonjol dengan didominasi oleh pola-pola tertentu (pattern, warna cerah dan dinamis). Karya-karyanya terpajang di berbagai
majalah dan brand-brand T-shirt, Hard Case dan Scraft. Perempuan yang menetap
di Jakarta ini dulunya merupakan mahasiswa jurusan akuntansi di Universitas
Islam Negeri (UIN) Jakarta. Namun memutuskan untuk berhenti kuliah dan menekuni
minat menggambarnya yang sudah ada sejak kecil.  Dia suka menggambar dan melukis sejak kecil, dan menekuni dunia ilustrasi sejak menginjak kuliah dan memutuskan untuk bekerja
sebagai ilustrator.

Karya Diela Maharani. Sumber:http://koranopini.com. 

Rio Sabda:  ( Seniman Ilustrator Akademis)

Rio Sabda. Sumber: http://kepondangkuning.deviantart.com

Setelah lulus  dari Universitas Bina Nusantara pada tahun
2009, jurusan Desain Grafis. Rio Sabda memutuskan untuk mendalami seni sejak
tahun ketiga di perguruan tinggi setelah melihat sketsa James Jean.
Inspirasinya memang banyak berasal dari karya seniman kontemporer terkini
seperti James Jean, Ronald Kurniawan, Tomer Hanuka, dan tema cerita dari “Savavid Dinasty”.
Bidang-bidang yang diminatinya adalah yang terkait dengan Seni, musik, sejarah
dunia, dan hewan. Anda dapat melihat karya-karyanya di Star Wars Galaxy, Legend
of Five Rings, Warhammer, dan Lord of The Rings TCGs.



Karya James Jean (2015) sumber: 

Lalu ia membeli sketchbook*) dan membuat alat
menjadi diary-nya dan media menggambar sampai sekarang.
 

*) Sketchbook merupakan aplikasi komputer keluaran Autodesk
untuk menggambar/desain grafis/buat sketsa dari gadget ber-OS Android dan iOs
(apple). Aplikasi ini memudahkan kita dalam menggambar, terutama membuat
sketsa. Karena aplikasi pada gadget layar sentuh di Sketchbook ini membuat kita
lebih mudah membuat garis2 sketsa (seperti menggambar dengan pensil di kertas)

Karya-karya Rio Sabda

Howl’s Moving Castle Illustration

Untuk melihat  Tokoh : illustrator Indonesia yang terkenal hari ini (lihat di sini)

Artikel
(1) Illustrator dan Graphic DesignersMuda Asli Indonesia
(2) Illustrator, Animator, danKarikaturis Indonesia, Mendunia

Howl’s Moving Castle (Video) Saksikan



Pertentangan Seni dan
Seni Komersial dalam dunia Seni Musik di Indonesia

Kasus Lagu anak-anak, dan anak-anak Menyanyikan lagu orang dewasa


Jika  kita masuk  ke dunia seni musik, hal yang sama juga memperlihatkan dua
kutub yang bertentangan  sekaligus
berjalin di dalam masyarakat Indonesia. Yaitu 
musik sebagai pengembangan seni 
di lingkungan tertentu, misalnya seni di pendidikan seni dan musik
sebagai seni komersial dalam dunia bisnis atau masyarakat. Nampaknya pertentangan antara seni murni dan seni komersial dalam dunia seni lebih tajam dari  seni rupa.


Pertentangan antara seni murni dengan seni komersial dalam seni musik, terlihat bahwa  jika seni
komersial bertujuan untuk menjual produk dan menjawab
demand masyarakat (sosial), sementara tujuan seni adalah menjadi
obyek estetika untuk mengapresiasi kualitas dan keunikannya di dunia pendidikan
seni.



Rosediana, 2012, misalnya
mempertanyakan “Kenapa Lagu Anak-anak Jarang Nampak?” Dan munculnya lagu-lagu
orang dewasa yang dinyanyikan oleh anak-anak. Kenapa banyak anak-anak yang
ikut  menyanyikan lagu “Goyang Dumang”,
“Kereta Malam”, “Cinta satu malam”, atau dulu lagu “Ketahuan” yang pada
dasarnya adalah lagu-lagu yang diperuntukkan untuk orang dewasa.

https://www.youtube.com/watch?v=JfoyJwEDInM





Zepe (2012) sebagai pencipta lagu anak berpendapat bahwa paling
sedikit kejanggalan ini disebabkan (1) jarangnya produksi lagu anak oleh
seniman musik, (2) pengaruh media masa, (3) banyaknya produsen seni musik tidak
lagi memproduksi lagu anak-anak. Dari segi ciri dan kualitas lagu anak lagu
anak anak. 


Sedangkan Rosediana (2012) berpendapat bahwa lagu anak-anak itu  seharusnya memiliki ciri sebagai berikut.  (1)
Nadanya cenderung ‘lucu’, atau bitnya memang khas. Meski lagunya agak mellow (empuk dan lembut) seperti lagu
‘Kasih ibu’, tetap saja ada kekhasan di dalamnya, tidak terlalu “rock”,”
metal”, atau seperti lagu-lagu pop.(2) Liriknya mudah dipahami dan tidak
terlalu panjang, sebaiknya menyelipkan pesan moral atau nasihat, kosakatanya
sederhana dan berbobot.(3) Tema lagunya tidak jauh dari kehidupan sehari-hari,
yang dikemas dengan kata dan nada yang menyenangkan. (4)  Nada lagunya, sebaiknya ada yang dapat
dipadukan dengan gerakan atau tepukan tangan, dan tetap khas sesuai dengan jiwa
anak-anak (5) Isinya tentang keceriaan, dan tidak tentang emosi desktruktif,
seperti keluhan, pesimistis, rendah diri dan bukan untuk mengasihani diri
sendiri.



Anak-anak remaja yang menyayikan lagu orang dewasa
Hegemoni Lagu Anak-anak era ’80 – ’90-an dan sekarang


Seperti yang diketahui produksi lagu anak-anak di Indonesia
pernah mengalami masa kejayaan di era ‘80-an hingga ‘90-an. Berbagai lagu
anak-anak muncul dan digemari oleh anak-anak, seperti “Du Di Dam” (Enno
Lerian), “Abang Tukang Bakso” (Melisa), “Obok-obok” (Joshua), “Jangan Marah”
(Trio Kwek Kwek), dll. Lagu-lagu ini sesuai dengan usia mereka. Sebagian besar
pencipta lagu anak-anak yang terkenal pada tersebut antara lain, Pak Kasur
(Soerjono), Ibu Sud (Saridjah Niung), Pak Dal (Gerardus Daldjono), kemudian
diikuti Papa T-Bob, dan A.T. Mahmud di era 90-an. Lagu-lagu ciptaan mereka yang
mengantarkan tumbuh kembang anak sesuai dengan usianya.


https://www.youtube.com/watch?v=WhaDabSgZWA

Uraian di atas menjelaskan adanya hegemoni dalam seni yang dilakukan oleh produsen musik, yang menghendaki karya-karya musik hanya memandang nilai komersial. Akibatnya tren musik yang
tercipta adalah kebalikan dari era ‘80-an hingga ‘90-an. Dan lagu anak-anak
menjadi langka, dan tidak heran beberapa penyanyi cilik malahan menyanyikan lagu remaja
atau dewasa.  Padahal lagu-lagu tersebut
belum tentu cocok bagi anak-anak seusia mereka yang mendengarkannya.

Sesudah era ’90-an, lagu anak-anak hampir tidak menjadi tren
lagi dalam khasanah musik Indonesia, atau hampir dua puluh tahun lamanya.
Sekarang anak-anak Indonesia diasuh dengan lagu yang belum laik  mereka dengarkan yang memberi dampak psikologi
dan mental yang kurang baik bahkan adanya mengandung kekerasan (Sobari, 2011). 
Tidak kurang pula lagu yang dinyayikan anak-anak
— sebagian besar dari padanya –mengandung unsur percintaan, perselingkuhan,
putus asa dan lari dari masalah. Hal ini tentu adalah sesutu yang
mengkhawatirkan. Sebab lagu dan musik memiliki peranan penting dalam
pengembangan individu anak-anak yang nantinya akan berdampak pada pertumbuhan
akal,  pikiran, sosialisasi, dan
emosional. Jika dalam masyarakat banyak terjadi tindak kekerasan, pelecehan,
mudah putus asa, dan bunuh diri yang dilakukan anak-anak dan remaja  sekarang, bisa saja karena imaji-imaji seni
musik yang masuk ke dalam jiwa anak yang mendorong mereka melakukan kekeranan.

Teori-teori Sosiologi Seni, yang dapat Menjelaskan Ideologi dan Hegemoni dalam Seni

Menurut Paul,John,(2011) dalam tulisannya “Arts as Weltanschauung: an Overview of Theory in
Sociology of Art
, biasanya, seni sebagai ideologi dapat dilihat dan dipelajari dalam dua kerangka acuan.Yang pertama menyelenggarakan seni sebagai (1) komunikasi atau  ekspresi pribadi yaitu yang berkaitan dengan konsep estetika – konsep seni sebagai apresiasi keindahan dan selera yang baik (Hofstadter dan Kuhns 1976; Bourdieu 1987; Eco 1988; Alperson 1992). (2) Seni juga dapat dibahas dalam konteks sosial, sebab tidak ada seni diproduksi dalam ruang hampa (Becker 1974, 1982; Mukerjee 1954; Thalasinos 1988).

Selanjutnya Paul (2011) menjelaskan bahwa kajian seni dalam konteks sosial, secara umum memiliki tiga pendekatan dasar yang dikenal sebagai (1) pendekatan Fungsional, (2) pendekatan Konflik (hegemoni) dan (3) pendekatan Interpretasi.  Selanjutnya ketiga pendekatan ini  dapat menjelaskan hubungan antara  teori seni dengan  teori-teori sosial.

Melalui kerangka  teori di atas dapat dijelaskan kenapa, hampir dua dekade terakhir  ini lagu anak-anak menghilang di media massa di Indonesia (Radio, Televisi dan media lainnya). Hal ini dapat ditinjau dari  pendekatan  

(1) konfik (hegemoni) dan 
(2) interpretasi. 

Untuk  teori konflik misalnya Paul (2011) menjelaskan hegemoni adalah perwujudan dari norma-norma, nilai-nilai, dan pandangan dunia yang dipakai oleh kelompok yang dominan dan dipaksakan kepada kelompok masyarakat lainnya. Misalnya oleh produsen seni musik. 

Catatan:Uraian tentang teori-teori sosiologi seni ini sangat kompleks, dan memerlukan penjelasan yang rinci dan kuliah tersendiri. 

Untuk pendekatan  interpretasi misalnya Collins, (1994) menjelaskan  sosiologi interpretatif yang berkaitan dengan dua poin dari investigasi yaitu. (1) Jaringan interaktif bervariasi antara individu dan kelompok dalam struktur sistem sosial, yaitu, keluarga, komunitas dan masyarakat. (2) Makna yang diciptakan dan tindakan yang berasal dari interaksi mereka. Yang  terakhir ini dapat dilihat sebagai “partisipan seni “sebagai bagian dari “infrastuktur seni” yang lebih besar. Kesimpulannya, jika terjadi kejanggalan dalam dunia seni, hal itu dapat diperiksa pada aspek hegemoni, interpretasi dan makna.


Hal ini dapat diperiksa pada partisipan dan infrastruktur seni. Menurut NEA (2012),  partisipan seni adalah para penulis, kritikus, kurator seni, penyokong dana seni, kelompok atau grup seni, dan partisipan seni yang terlibat dan mengalami seni yang ada dalam masyarakatnya.

Sedangkan infrastruktur seni adalah jaringan yang terlibat dalam pengembangan seni seperti tempat pagelaran seni, organisasi, sekolah seni, penyokong dana, asosiasi, dan sebagainya. Oleh karena itu, partisipan seni  seperti penulis musik, kritikus, kurator seni, penyokong dana seni, kelompok atau grup seni, dan partisipan lainnya dapat menghambat munculnya lagu anak-anak yang memberi dampak negatif. 



Demikian juga infrastuktur seni musik seperti seperti tempat atau pagelaran seni, organisasi, sekolah seni musik, penyokong dana, asosiasi-asosiasi industri rekaman musik, seharus dapat memiliki pandangan yang sama dan memiliki jaringan yang kuat  dalam pengembangan seni musik di Indonesia yang mendidik dan bermutu sehingga dapat mengembalikan seni dan lagu anak-anak ke tempat yang sewajarnya.

Ideologi Hegemoni, Interpretasi
Nilai dan Makna Seni dalam Grup Seni

Sebuah grup atau kelompok seni dalam pandangan Sosiologi seni
juga mempunyai struktur dan memiliki pranata atau norma dan nilai yang dipatuhi
oleh individu-individu yang ada dalam kelompoknya. Pengertian norma di sini
adalah norma kelompok, yakni suatu ukuran atau pandangan tentang sesuatu atau
pun sejumlah tingkah laku, demikian menurut Garna (1996) yang diterima dan
disepakati bersama oleh anggota atau individu-individu dari kelompok tersebut.

Dengan terbentuknya sebuah kelompok, dan kemudian kelompok
tersebut sampai terkenal atau populer, tentu tiap anggota mengikuti atau
mematuhi norma kelompok itu. Dalam bahasa yang mudah dipahami menurut Walgito
(1978) yang dimaksud dengan istilah norma kelompok di sini adalah pedoman-pedoman
yang mengatur perilaku atau perbuatan anggota kelompok tersebut.

Di samping norma, dalam kelompok tersebut juga terdapat
nilai yang dijadikan pegangan bersama. Pengertian nilai di sini menurut
Soedjito (1991) dimaksudkan sebagai sesuatu yang pantas dilakukan atau segala
sesuatu yang dianggap tidak pantas dilakukan atau apa-apa yang dianggap baik
dan apa-apa yang dianggap buruk yang tidak boleh dilakukan sebagai larangan
oleh kelompok tersebut.

Sebuah kelompok musik hiburan bisa menjadi terkenal tentunya
karena ada kerjasama (sebagai bentuk hubungan sosial) antara kelompok itu
dengan pihak-pihak lain. Andaikata, kelompok musik tersebut ingin merilis
sebuah album dalam bentuk kaset. Kelompok tersebut harus melakukan kerjasama diantara
kelompoknya dengan penyelenggara produk musik/industri musik. Setelah menjadi
dan berwujud CD (compact disk), dan agar dapat di resepsi dan terkenal dalam
masyarakat maka diperlukan, kampanye iklan ke masyarakat melalui media cetak, elektronik,
dan televisi sebagai sarana promosi. Kemudian juga penyebarannya melalui
distribotor musik hingga sampai ke toko-toko penjual CD. Di ujung terakhir
jelas bahwa pihak pedagang memegang posisi penting, baik dari tingkat grosir
atau agen sampai ke pedagang eceran. Cara promosi lainnya adalah dengan
mengadakan “live show” untuk mengenalkan musik atau lagu ciptaannya.


Terlihat bahwa untuk mencapai kepopuleran kelompok- kelompok
musik  adalah sebuah fakta sosial yang
kompleks karena harus melibatkan unsur-unsur infrastruktur seni seperti yang
diperlihatkan pada gambar bagan 1.



Beberapa Kesimpulan


Fenomena Seni di bawah penyandang dana

Baik  seniman individual maupun sebuah organisasi seni (grup) bebas menentukan corak bisnisnya. Namun demikian jika mereka berada di bawah
kekuasaan penyandang dana seni, dalam hal ini hegemoni tidak mungkin terelakkan,
dimana grup atau kelompok seni lebih patuh kepada penyandang dana, dari pada
kepada nilai-nilai ideal yang berasal dari lingkungan seni murni. Akhirnya
dapat ditebak, misalnya  grup atau pencipta seni berada di bawah kemauan produsen musik (penyandang dana). 
Sebab seni komersial umumnya dibuat untuk kebutuhan sebuah
perusahaan atau perusahaan lain dan biasanya didibuat dan didistribusikan secara
massal. Seniman kreatif di lingkungan dunia komersial adalah seorang upahan, yang
tunduk pada kendala dan preferensi dari majikan dan / atau kliennya, dan sering
tidak dibayar untuk setiap kali karya di buat, hanya dibayar bulanan.  
Seorang
seniman komersial pada dasarnya mengatur agar pekerjaannya dapat memenuhi
persyaratan menjamin larisnya “penjualan”, dan dia dibayar dalam
bentuk komisi atau gaji biasa. Banyak seniman yang bekerja dengan dua tugas
ini, baik berperan sebagai pekerja seni (yang ideal) sebagai seniman disamping untuk
komersial, Adalah sebuah keuntungan jika seorang seniman atau grup seni masuk
ke bidang komersial, sebab dia bisa masuk kepada sebuah aliran uang dan pendapatan
yang lebih bisa diandalkan, ketimbang sebagai seniman idealis.



Dari sisi interpretasi atau makna, apa yang diuraikan di atas sebenarnya relatif dan tidak selalu harus dimaknai negatif. Misalnya musik-musik yang disertai gerak yang bersifat olahraga sekarang diminati oleh semua orang. Jadi lagu untuk orang dewasa bisa juga di lagukan oleh anak-anak yang membuat anak-anak lebih sehat karena gerakan yang disertakan pada lagu itu. Mengenai lagu percintaan juga banyak yang mengkritik, tetapi tema cinta ada positifnya asal jangan berlebihan. Manusia memang harus saling menyayangi dan memperhatikan satu dengan lainnya ditengah-tengah kehidupan yang semakin keras ini. Nilai moral dalam kehidupan memang selalu berubah sesuai dengan kebudayaan yang berkembang. Artinya interpretasi dan makna itu relatif dan bisa dilihat dari berbagai sisi.


Kepustakaan

  • Heni Kusumawati, 2014  
    Pendidikan karakter melalui lagu anak di http://staff.uny. ac.id
  • Kendzulak, Susan, 2015  “What is
    the Difference between Commercial Art and Fine Art?” http://fineart.about.com
  • Nasbahry, C.,& Indrayuda, 2012, Pengantar Sosiologi Seni, Padang:
    Penerbit UNP-Press
  • Nasbahry, C., 2014, Teori Seni Dalam Pendidikan. http://visualheritageblog.blogspot.co.id/2014/09/teori-seni-dalam-dunia-pendidikan.html.     
  • Rosediana, 2012,   Kenapa Lagu
    Anak-anak Jarang Nampak?    http://www.rosediana.net/2015/02/kenapa-lagu-anak-anak-jarang-nampak/
  • Teti Sobari, 2011,   “Kekerasan
    Simbolik dalam Bahasa Lirik Lagu” dalam Artikulasi Jurnal kajian Bahasa dan
    Sastra Indonesia Volume 10 No. 1 Mei 2011.
  • Zepe, 2012    Mengapa Anak Lebih
    Suka Lagu Dewasa? (Alasan Anak Kurang Suka Lagu Anak ).
    http://lagu2anak.blogspot.co.id
  • Attalicious, 2010, Chris Lie: Komikus Indonesia
    Prestasi Mendunia,  
    https://attalicious.wordpress.com/2010/02/16/chris-lie-mendunia-berkat-komik/

Lampiran

Illustrator:1970-an.
Mulai 1977, Illustrator  majalah Hai
Digital Art/ Ilustrator Komik
Jajaran
artis di caravan studio

Nama asli: Abu Hurairah, asal Makasar

Alumnus
DKV, Binus, Jakarta, thn.2009
Studio
Teritori, Medan

Illustrator
Matte Painting

Domisili
Jogyakarta, berkarir sejak tahun 2002, Freelance, mengerjakan Merk Honda dan Puma


Karang
Tengah, Tangerang, Banten.


S.C.A.N.D.A.L
Studio, Else-Press
lulusan Arsitek Unpar, Bandung, biografi lihat
di sini


Jakarta,
seniman digital dan seniman grafis
   
PT. Warna Mardhika, 


K.A.T; OINK, Oglea, Blatzz
Contemporary Portraits

Asal
Bandung, alumni Arsitektur ITB



Ilustrator
Lainnya (sebagai perbandingan)
Beberapa Tokoh dalam
Industri Kreatif Indonesia

Tulisan yang relevan lainnya:

Getting Info...
Cookie Consent
We serve cookies on this site to analyze traffic, remember your preferences, and optimize your experience.
Oops!
It seems there is something wrong with your internet connection. Please connect to the internet and start browsing again.
AdBlock Detected!
We have detected that you are using adblocking plugin in your browser.
The revenue we earn by the advertisements is used to manage this website, we request you to whitelist our website in your adblocking plugin.